Sabtu, 09 Juli 2011

Menikah Adalah Pencapaian Hidup Terbesar!!

Kalau di umur-umur 27 - 28 tahun saya terganggu dengan pertanyaan ‘Kapan nikah?’ sampai-sampai rasanya pengen nikah HANYA supaya nggak bolak-balik diteror pertanyaan kayak begitu, di umur lewat 30 tahun seperti sekarang, saya justru bertanya-tanya… kenapa ya orang demen banget nanya ‘Kapan nikah?’

(Lagian emang udah jarang juga sih yang nanya gitu, hopeless kali ya mereka. Hihi. Kecuali orang-orang yang memang jarang ketemu.)

Memang sih, itu bisa dikategorikan pertanyaan basa-basi doang, nggak perlu dipikirin sampai jadi susah-makan-susah-tidur-susah-hidup, tapi… teteub lho, saya nggak bisa melepaskan pikiran dari pertanyaan ini.




Kenapa coba nggak lebih sering nanya-nanya yang berhubungan dengan let’s say hobi, gitu. Atau prestasi, baik akademis atau non akademis. Tsaaaaah.

Anyway, yes, beberapa waktu yang lalu saya sempat sok bereuni dengan beberapa teman perempuan. Dan coba tebak, pertanyaan kedua (atau ketiga) setelah ‘apa kabar?’ dan ‘ke mana aja?’ apaa?

Yes, ‘Udah nikah?’. Sungguh oh ketebak. :)

Eh bentar, sekarang saya jadi mikir, yang banyak banget nanya begitu perempuan lho! Kenapa ya? Apa di benak kebanyakan perempuan itu (ternyata) isinya nikah-menikah? hadeuh, pasti gara-gara keracunan cerita Disney’s Princesses yang ‘live happily ever after’.

Dan saya pun protes sambil cengar-cengir : ‘Mbok ya sekali-sekali kalau nanya nggak berhubungan dengan nikah menikah dong. Gue jawabannya mana pernah berubah, bosen jawabnya; masa lu nggak bosen nanyanya?”

Kawan-kawan saya tertawa. Eh tapi kekeuh lho, mereka masih nanya tentang nikah-menikah.

“Kok belum nikah aja sih?”

Duh, asli ini pertanyaan yang sama sekali nggak bisa saya jawab, habis mau bentuk jawaban kayak apa juga, jadinya panjang.

“Ya belum aja.” dan ini jawaban standar saya. Jawaban yang sebenarnya nggak menjawab juga.

Cuma ada satu reaksi kawan saya yang membuat saya tertarik, katanya “Aduh, percuma deh perempuan karir tinggi-tinggi, sekolah tinggi-tinggi, tapi nggak menikah. Hidup itu nggak sempurna kalau belum menikah dan punya anak, ayo dong cepetan.”

AHA! Dari situ saya mendadak iseng berkata,”Kalo jadi perempuan mendingan karir tinggi, sekolah tinggi dan nggak menikah, atau mendingan biasa-biasa aja tapi menikah?”

Seperti biasa, mereka menjawab dengan jawaban yang nggak ada di pilihan “Kalo jadi perempuan mending karir tinggi, sekolah tinggi dan menikah. Itu keren banget. Super women!”

Saya protes dan saya suruh mereka memilih dari pilihan yang saya berikan, mostly menjawab, mending biasa-biasa aja, tapi menikah.

Alasannya? Ya itu tadi, hidup (seorang perempaun) itu sempurna kalau menikah. Dan beranak.

Entah kenapa saya mendadak berpikir, apa mungkin bagi masyarakat menikah itu adalah pencapaian hidup terbesar? Kehidupan lu, wahai perempuan, biarpun lu udah sekolah sampai S2 -S3 dan S-S lainnya, biarpun lu udah melancong ke mana-mana, biarpun lu melakukan hal-hal yang nggak banyak orang mau lakukan, biar pun kerjaan lu keren, biar pun prestasi lu luar biasa —- kalau lu belum nikah ya belum sempurna.

Aduh, pengen deh, dianggap sebagai perempuan yang punya hidup yang sempurna.

Tau gitu kan saya nggak usah susah-susah bersimbah darah, keringat dan airmata (lebaay) sekolah tinggi-tinggi, melakukan pekerjaan dan aktivitas yang keren (haha), menerbitkan novel sampai nyaris sepuluh, buka butik-butikan, mengejar mimpi dan prestasi dan lain-lain. Lulus SMA tinggal nikah aja, dan beranak. Sempurnalah hidup saya sebagai perempuan.

Besok nikah dan beranak ah!

Yuk, mari, saya mau berburu calon suami-nya. Bentaran doang kok, kan orangnya nggak penting siapa, yang terpenting adalah status ‘menikah’-nya. Cuma itu kan yang bisa membuat seorang perempuan jadi sempurna?

Hihihi…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar